Thursday, January 31, 2008

AKSI WARGA MANCINGAN TOLAK PENGGUSURAN: SEBUAH PERJUANGAN TANPA LELAH DEMI SEBUAH HAK YANG TERABAIKAN



Oleh Dian Trisnanti

Wajah-wajah warga dusun Mancingan, Pantai Bolong, Parang Tritis hanya terlihat pasrah ketika bego membongkar rumah mereka pada hari Sabtu, 26 Januari 2008 lalu. Sekitar 500 personil Sat Pol PP Bantul telah melakukan pembongkaran terhadap 51 rumah milik warga. Dari ke 51 warga yang rumahnya dibongkar tersebut, terdapat 49 warga yang sampai detik itu, tidak pernah bersedia membongkar rumah mereka sendiri.Berdasarkan keterangan warga, pemda Bantul hanya memberikan ganti rugi sebesar Rp 1 juta untuk biaya membongkar rumah dan tempat usaha mereka sendiri. Kepala Sat pol PP Bantul, Kandiawan berujar ”Sudah sepantasnya warga pindah dari dusun Mancingan Parang Tritis karena tinggal secara liar sehingga membuat parang Tritis terkesan kumuh dan menghambat wisatawan datang berkunjung”.

Dua tahun silam, tepatnya pada tanggal 31 Oktober 2006, Sat Pol PP juga melakukan hal yang sama. Pada waktu itu rencananya ada 91 KK yang rumahnya akan dibongkar. Akan tetapi. Pembongkaran rumah tersebut urung dilakukan karena menimbulkan perlawanan warga. Sungguh ironis memang apa yang telah dilakukan oleh Pemkab Bantul. Ketika, sebagian masyarakat Jogjakarta, gencar-gencarnya membangun rumah yang sempat roboh akibat gempa Mei 2006, Pemkab Bantul justru berniat membongkar rumah dari 91 KK warga dusun Mancingan dengan alasan penataan lokasi wisata Parang Tritis dan pemberantasan pelacuran. Gagal merobohkan rumah warga, Pemkab bantul melalui sat pol PP dengan 500 personil kembali datang untuk merobohkan rumah warga. Tercatat, 9 rumah warga berhasil dirobohkan. Perlawanan warga kembali bergulir. Atas nama paguyuban Ngudi Makmur, sekitar 200 warga dari 91 KK melakukan aksi pendudukan di DPRD DIY selama 7 hari. Akhirnya setelah 7 hari pendudukan, Sultan HBX selaku Gubernur DIY menjanjikan kepada ratusan warga bahwa mereka tidak akan digusur dan kepada para warga Sultan HBX juga berjanji akan memberikan ganti rugi berupa tempat tinggal baru bagi warga, yakni di dusun Magersari yang lokasinya tidak jauh dari Pantai Parang Tritis (Radar Jogja, 11 November 2006) Dengan demikian, warga tidak akan kehilangan mata pencaharian. Sebelumnya, warga menolak relokasi yang ditawarkan Pemkab Bantul yakni di Imogiri, karena wilayah tersebut tidak cocok untuk tempat usaha. Mendengar janji Sultan HBX, warga menghentikan perlawanan. Setahun berjalan, warga justru kembali menerima surat peringatan dari Sat Pol PP Bantul untuk membongkar rumah mereka sampai batas waktu 22 desember 2007. Dengan uang dganti rugi sebesar Rp 1 juta, warga diminta membongkar rumah mereka sendiri. Uang itupun hanya diberikan pada mereka yang mempunyai KTP asli Bantul, padahal kebanyakan warga di situ bukanlah warga asli karena merupakan warga pendatang yang membeli tanah dan rumah dari warga asli. Seperti salah seorang warga dusun Mancingan bernama Poniran yang membeli tanah dan rumah dari warga asli sebesar Rp 7 juta. Satu persatu, warga dusun Mancinganpun membongkar rumah mereka dan memutuskan pindah ke tempat lain, hingga tersisa 51KK yang masih tetap bertahan.

Kini ke 51 KK tersebut tinggal terlantar setelah rumah mereka dibongkar. Beramai-ramai mereka mendirikan tenda. Selama kurang lebih 5 hari warga tinggal di tenda, tanpa mata pencaharian, sehingga bisa dipastikan warga terancam kelaparan. Di tengah kondisi demikian, bersama dengan Aliansi Rakyat Pekerja Yogyakarta, warga dusun Mancigan yang kali ini tergabung dalam Forum Rakyat Korban Bencana kembali melakukan demonstrasi pada tanggal 31 Januari 2008 dengan isu anti kenaikan harga dan penggusuran. Ketua II Forum Rakyat Korban Penggusuran, Sutinah menyatakan akan terus menagih janjia Sultan dan bersikukuh tetap bertahan di dusun Mancingan meski di dalam tenda, sampai ada kepastian bagi nasib mereka. Akan tetapi, sepertinya pendirian Pemkab Bantul tidak akan berubah. Kandiawan menyatakan dalam waktu 3 hari akan segera membersihkan pantai Parang Tritis dari warga yang masih tinggal di tenda. Dia juga berujar, sebenarnya warga yagn telah digusur dan masih nekat bertempat tinggal di dusun Mancingan mempunyai tanah dan rumah di desa asalnya.”Mereka itu kan sok ngere, padahal punya tanah dan rumah di desa asalnya!”

2 comments:

Unknown said...

Situsnya simpel tapi keren. Beritanya juga bagus2, khas AJI.

Herry said...

Wah dahsyat juga tulisanmu Dian...teruskan yah, aku tunggu tulisan yag lebih tajam dan komperhensif..