“Sengsara membawa nikmat”, begitulah ungkapan tepat untuk menggambarkan perjalanan hidup Soenaryo Bernastowo. Tahun 1957, seorang calo tenaga kerja menjualnya kepada pemilik pabrik pembuat peralatan laboratorium dari gelas di Singapura. Selama dua tahun ia dipaksa bekerja tanpa upah sepeser pun. Namun dari pengalaman pahit itu, Soenaryo (67) mempunyai keahlian yang jarang dimiliki orang
Banyak mahasiswa dari dan luar Yogyakarta datang ke bengkelnya di Condongcatur, Sleman,
“Saya sering membuat peralatan khusus untuk para mahasiswa S1 hingga S3 yang sedang penelitian,” ujarnya. Sebabnya, peralatan ini tidak dapat ditemukan di pasaran. Tidak jarang ia juga membantu para mahasiswa menjelaskan sistem kerja peralatan itu. “Jadi saya juga seperti asisten dosen,” ujar ayah tiga anak itu.
Soenaryo berbangga hati karena tidak banyak orang
Untung, ia berhasil melarikan diri. Dengan menyelundup sebagai penumpang gelap pada sebuah kapal barang, akhirnya ia sampai di
Tidak lama kemudian Soenaryo bekerja di Fakultas Teknik UGM. Ia membantu Ir. Sugihardi, dosen di fakultas itu yang sedang merancang laboratorium teknologi minyak bumi dan operasi teknik kimia. Kebetulan, ia bertugas mengetik pesanan daftar peralatan laboratorium yang akan didatangkan dari AS, Inggris dan Belanda.
“Melihat daftar pesanan itu, saya katakan kepada Ir Sugihardi, jika saya dapat membuat peralatan itu sendiri,” ujar Soenaryo. Sugihardi kaget, tetapi ia mau menyediakan kebutuhan Soenaryo untuk membuat berbagai peralatan laboratorium yang akan diimpor itu.
Ketrampilan Soenaryo ini menarik perhatian civitas akademika UGM. Saat peringatan dies natalis UGM ke 13, ia diminta mendemonstrasikan ketrampilannya itu. Waktu itu, Rektor UGM Prof. Dr. Sardjito terkesan dan menawarkan Soenaryo menempuh pendidikan lebih lanjut pada Kursus Instrumen dan Pergelasan di Bandung yang dikelola Institut Teknologi Bandung.
Masuk tahun 1960, selain praktek, Soenaryo juga mendapat pelajaran tentang seluk-beluk peralatan laboratorium. Pengalaman kerjanya di Singapura membuat dirinya cukup menempuh masa studi hanya satu tahun dari yang seharusnya 3 tahun. “Bahkan saya menjadi asisten,” ujarnya bangga.
Soenaryo dan enam temannya adalah angkatan terakhir program kursus itu, sebelum berubah menjadi Sekolah Ahli Instrumen Gelas. Dari 7 siswa itu, hanya 4 yang terjun ke dalam dunia pergelasan. Sekarang tersisa dua orang, Soenaryo dan seorang temannya di
Berbekal pendidikan bagus dan pengalaman panjang, tidak mengherankan jika kualitas peralatan laboratorium yang dihasilkannya bagus. Bahkan tidak kalah dengan buatan luar negeri. Dengan bahan
Beberapa perusahaan seperti pabrik jamu Air Mancur di Surakarta dan pabrik lampu, General Electric (GE) Lighting di Sleman,
“Glass vaccum buatan Soenaryo kualitasnya bagus,” tandas Ferry Pratama dari Bagian Pengadaan Barang, GE Lighting. Ia mengatakan pihaknya sengaja mencari glass vaccum yang hand made sebab peralatan serupa buatan pabrik justru berkualitas rendah.
Meski telah sukses, Soenaryo masih prihatin sebab belum banyak muncul ahli glass blower muda yang terampil. Itulah sebabnya, meskipun sibuk, Soenaryo tetap membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin belajar kepadanya. Banyak perusahaan dan lembaga pendidikan mengirimkan orang-orangnya agar belajar kepadanya.“Belajar di sini gratis, cukup membayar ongkos bahan
Logika kapitalisme pendidikan, bahwa menuntut ilmu harus membayar ongkos yang mahal, seperti terjadi
3 comments:
Saya ingin belajar kepada Bp. Soenaryo. Bisakah saya dikirimi nomor HP beliau atau alamat nya? Mohon dikirim ke E-mail : doelaziz@yahoo.com
Terimakasih.
saya ingin belajar kepada bp,soenaryo.bisakah saya dikirimi no hp dan alamatnya?mohon dikirim ke E-mail;simanullangperry@yahoo.com
trimakasih.
Saya ingin memesan alat laboratorium kpd bp soenaryo. Bolehkah saya minta nomer hp beliau?
Email saya, dwianggara111@gmail.com
terimakasih
Post a Comment