Wednesday, January 21, 2009

Menimpakan Kesalahan Kepada Pohon


Di salah satu sisi ruas Jalan Gamelan Kidul (daerah Plengkung Gading ke timur), Kota Yogyakarta tumbuh belasan pohon So yang tingginya mencapai belasan meter. Selain itu ada pulas pohon alpukat, pepaya beringin dan lain-lain. Pepohonan ini tumbuh persis di sisi utara dari Benteng Keraton yang relatif masih utuh itu. Saat panas matahari terik, pepohonan ini dapat memayungi para penguna jalan yang kebetulan melintas di jalan itu. Inilah salah satu ruas jalan favorit saya bila harus menuju kantor.

Namun, Senin siang (19/1) saat melintas di jalan itu, betapa terkejutnya saya karena beberapa pohon So itu sudah tumbang berkalang tanah. Sementara itu para pekerja sedang memotong beberapa pohon so lainnya. Apa sebabnya sehingga pohon-pohon So yang dahulu bibitnya diberikan oleh aparat kalurahan setempat kepada masyarakat itu, harus ditebang?

Saya pun berhenti mengayuh sepeda dan mendekati salah seorang penebang pohon So itu. “Ini adalah perintah dari ketua RW,” ujarnya, menjawab pertanyaan saya mengapa pohon-pohon So itu harus ditebang. Tetapi ia tidak dapat menjelaskan apa yang menjadi alasannya. Beberapa warga yang tinggal di sekitar tempat itu juga tidak mengetahui alasannya. “Saya sendiri juga kaget,” ujar seorang ibu yang berjualan bensin eceran di sana. Seorang pria lainnya mengatakan keberadaan pohon So itu juga menguntungkan warga setempat karena buahnya bisa diolah menjadi kudapan, namanya emping mlinjo.

Penasaran, saya mencari tahu siapa yang menjadi ketua RW di wilayah itu. Setelah bertanya beberapa orang, akhirnya saya menemukan ketua RW setempat, namanya Muhammad. Saya datang ke rumahnya, tetapi beliau tidak ada. “Baru pergi membeli makanan,” ujar seorang anaknya yang mau berbaik hati memberikan nomor telpon rumahnya.

Beberapa saat kemudian, saya dapat bebicara dengannya melalui telepon. Betapa terkejutnya saya karena Ketua RW setempat, Muhammad mengatakan penebangan itu adalah bagian dari program kerja timnya sebagai pengurus RW yang baru. Salah satu programnya adalah penghijauan tetapi anehnya justru menebangi pohon So yang dapat memberikan keteduhan di siang hari itu.

“Pohon-pohon itu menyebabkan sampah cepat menggunung,” ujarnya dari ujung telepon rumahnya. Sampah yang dia maksud adalah dedaunan yang gugur dari pepohonan itu. “Baru disapu, sebentar sudah kotor lagi,” tambahnya.

Kepadanya saya katakan, pohon-pohon itu mempunyai fungsi penting karena dapat menyerap karbon dioksida (CO2) yang keluar dari mulut-mulut knalpot motor yang kian banyak memenuhi ruas-ruas jalan di Yogyakarta. Perlu diketahui, dalam beberapa tahun terakhir ini, polusi udara di Yogyakarta meningkat tajam, bahkan di beberapa tempat strategis seperti kawasan Malioboro sudah melewati ambang batas.

Seperti dimuat dalam Harian Jogja 21 Januari 2009, hasil pantauan Badan Pengendalian Dampak Lingkungaan Daerah Provinsi DI Yogyakarta selama 2008 menunjukkan udara di Yogyakarta sudah tidak sehat lagi. Beberapa zat seperti Nitrogen dioksida (NO2), timbal (Pb) dan Karbon Monoksida (CO), kadarnya sudah melebihi ambang batas.

Sementara wilayah kota Yogyakarta yang sangat sempit dan padat penduduk itu minim mempunyai ruang hijau. Ruang hijau, sebuah kawasan yang cukup luas penuh dengan aneka pohon besar hanya terdapat di kawasan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka.

Argumen saya tentang pentingnya pohon untuk menyerap CO2 tidak mematahkan visinya mengapa harus menebang pohon. Bahkan ia menjelaskan 'dosa' selanjutnya dari pepohonan itu. Bila malam tiba muda-mudi yang asyik masyuk pacaran di atas Benteng keraton dan orang yang buang air kecil dapat berlindung di balik rimbunnya pepohonan itu. Bahkan sang Ketua RW juga menyalahkan pepohonan itu saat banyak anak-anak melakukan corat-coret terhadap tembok beteng.

Mendengar penjelasannya, saya agak terkejut mengapa menimpakan semua kesalahan itu kepada pohon-pohon? Bukankah itu semua terjadi karena kontrol masyarakat yang kurang? “Kita sudah berusaha maksimal tetapi hal-hal itu tetap saja terjadi,” ujar sang ketua RW lagi. Saya pun mengatakan itu artinya kontrol masyarakat tetap saja masih kurang dan bukan kesalahan atau dosa pohon-pohon itu.

Di akhir pembicaraan saya mengatakan, menebang pohon tetaplah bukan suatu kebijaksanaan yang bijak. Saat ini saja, pemerintah kota Yogyakarta sedang gencar menanam pohon di tengah ruas-ruas jalan. “Ya, saya akan mempertimbangkannya lagi,” ungkap Muhammad.

Dua hari sejak pembicaraan itu, penebangan pohon di sepanjang Jalan Gamelan Kidul tidak diteruskan lagi. Pohon-pohon dengan tanda silang putih, tanda bahwa akan ditebang, masih tetap berdiri. Aktivitas penebangan sudah berhenti. Tetapi beberapa pohon So yang besar sudah terlanjur ditebang, ia harus mati untuk 'dosa' yang sebetulnya tidak ia lakukan. Dan disiang hari saat berjalan di ruas jalan itu, tak adalagi keteduhan....

No comments: