Wednesday, January 21, 2009

Pernyataan Sikap AJI Yogyakarta atas Pemenjaraan Mantan Pimpinan Umum Radar Yogya, Risang Bima Wijaya oleh Kejaksaan Negeri Sleman

Nomor surat : No : 408/ AJI-Y/ XII/ 2007
Hal : Pernyataan sikap
Kepada Yth:Redaksi Media MassaDi Yogyakarta

Hari ini, Senin (10/12) aparat Kejaksaan Negeri Sleman dengan dibantu aparat kepolisian Sleman menjemput paksa Mantan Pemimpin Umum Harian Radar Yogya, Risang Bima Wijaya dari Bangkalan, Madura (Jawa Timur) ke Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selanjutnya Risang akan dijebloskan ke penjara untuk menjalani masa hukuman selama 6 bulan atas tulisannnya tentang dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Dirut Kedaulatan Rakyat (KR) Soemadi M Wonohito kepada karyawan perempuannya. Tulisan ini dianggap menista Soemadi M Wonohito.

Putusan Pengadilan Negeri Sleman yang menangani kasus ini dan kemudian diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta nomor 21/Pid/2005/ PTY menyatakan Risang terbukti melakukan tindak pidana “menista dengan tulisan, secara berlanjut,” sebagaimana diatur dalam pasal 310 ayat 2 KUHP jo pasal 64 ayat 1. Pada tanggal 13 Januari 2006 Mahkamah Agung (MA) dalam putusannya nomor 1374 K/pid/2005 menolak permohonan kasasi Risang Bima Wijaya.

Dengan eksekusi terhadap Risang Bima Wijaya yang dilakukan Kejaksaan Negeri Sleman agar yang bersangkutan menjalani hukuman 6 bulan penjara, dengan ini Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta menyatakan:
1.Mengutuk tindakan para penegak hukum di negara ini yang tidak menggunakan UU No.40/1999 Tentang Pers dalam menyelesaikan kasus hukum akibat dari pemberitaan yang dibuat para jurnalis dan dimuat di media massa.

2.Penyelesaian dengan cara menggunakan KUHP dan bukannya menggunakan U Pers No.40/1999, berarti para aparat penegak hukum telah melakukan riminalisasi pers yang bertentangan dengan prinsip kebebasan pers. Ini adalah model pemberangusan terhadap kebebasan pers yang selama ini asih sering terjadi di Indonesia. Belum adanya kesepakatan bahwa UU ers adalah produk hukum yang lex specialis derogate legi lex eneralis sangat memprihatinkan bagi tegaknya prinsip emokrasi di Indonesia.

3.Penggunaan KUHP adalah bentuk teror dan intimidasi bagi dunia pers.

4.Mengingatkan kepada semua pihak jika terjadi sengketa atau eberatan terhadap karya jurnalistik agar menggunakan mekanisme hak awab, hak koreksi sebagaimana diatur dalam UU No.40/1999 tentang Pers tau mengadukannya kepada organisasi jurnalis atau Dewan Pers. Hukuman agi jurnalis yang melanggar etika adalah denda terhadap perusahaan pers dan bukan pemenjaraan.

5.Menyayangkan sikap Soemadi M Wonohito yang tidak mau menggunakan hak awab dan hak koreksi seperti telah diatur dalam UU No.40/1999 entang Pers. Padahal beliau adalah orang pers juga.

Demikian pernyataan AJI Yogyakarta. Atas perhatiannya, kami engucapkan banyak terima kasih. Salam kebebasan pers!
Yogyakarta 10 Desember 2007
Hormat Kami
Ketua AJI- Yogyakarta Bambang MBKA.
Bambang Tiong Divisi Advokasi

No comments: