Jakarta, 3 Juni 2009. Jurnalis dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat meminta agar Prita Mulyasari dibebaskan. Sebab, penahanan itu melanggar kebebasan warga negara untuk menyampaikan pendapat di depan umum. Hak tersebut dijamin melalui pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945.
Menurut Aliansi Jurnalis Independen, pemidanaan pencemaran nama (criminal defamation) merupakan ancaman terbesar bagi kebebasan berekspresi di Indonesia. Banyak negara sudah menghapuskan delik pencemaran nama, tapi Indonesia malah menambah berat delik pencemaran nama melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronik. “Kami terus berusaha mendorong penghapusan delik pencemaran nama,” kata Nezar Patria, Ketua AJI.
Menurut Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Syamsuddin Radjab, Prita Mulyasari tak bisa ditahan. Ancaman 6 tahun penjara saja tidak cukup menjadi alasan penahanan. Harus ada syarat tambahan untuk bisa menahan seorang tersangka, yaitu dikawatirkan menghilangkan barang bukti serta dikawatirkan akan melarikan diri. “Kami menuntut agar penahanan Ibu Prita ditangguhkan,” katanya. “Selain itu, kami menuntut untuk dihapuskannya delik penghinaan dalam hukum pidana Indonesia”
Sementara, menurut Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sudaryatmo, yang dilakukan Prita Mulyasari legal menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen. Salah satu hak dasar konsumen adalah hak untuk mengutarakan pengaduan dan keluhan. Email yang dikirim Prita tersebut merupakan bentuk keluhan konsumen yang dijamin dan dilindungi oleh Undang-undang perlindungan konsumen.
Kasus ini juga meresahkan para blogger dan pengguna internet lain pada umumnya karena membuat masyarakat menjadi takut untuk mengungkapkan dam mempublikasikan pengalaman dan pikiran mereka, baik itu berupa keluhan maupun kritik pada lembaga otoritas atau organisasi swasta lain baik di blog atau aplikasi jejaring pertemanan lain. Bila dibiarkan maka kondisi ini akan mengembalikan Indonesia ke iklim represif dimana tidak ada kebebasan untuk berpendapat dan berkespresi.
Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga di Tangerang, ditahan kejaksaan negeri Tangerang, Banten, atas tuduhan pencemaran nama baik. Tuduhan itu berangkat dari email prita di beberapa mailinglist yang berisi keluhannya sebagai pasien RS Omni International. Atas perbuatan tersebut, Prita diancam dengan pasal 27 ayat (3) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal tersebut mengancam pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 1 milyar bagi setiap orang yang menyebarkan informasi yang mengandung pencemaran nama melalui internet. Sebelumnya, Prita sudah digugat secara perdata dan kalah, sehingga harus membayar ganti rugi kepada RS Omni Internasional sebesar Rp 300 juta dang anti rugi immaterial sebesar Rp. 50 juta serta membayar ganti rugi kepada dua dokternya masing – masing sebesar Rp. 50 juta.
Untuk Informasi Lebih Lanjut:
Anggara, Koordinator Div Advokasi HAM PBHI di 08121453771
Margiyono, Koodinator Advokasi Aliansi Jurnalis Independen di 2734-2434
Hendrayana, Direktur LBH Pers di 081310062794
Wahyu Wagiman, Koordinator Legal Service ELSAM di 081311228246
Enda Nasution, Blogger & Founder Politikana.com di 081394871625
Sudaryatmo, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, HP : 0818767614
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
keluhannya seperti apa? banyak orang yang ingin tahu, coba sertakan link ke mlllis tersebut.
Post a Comment