Wednesday, February 17, 2010

Mbah Kromo Suwito, Supergirl dari Deles!



Gunung Merapi sudah tertutup awan saat saya bersama beberapa teman pengamat burung dari Yogyakarta memutuskan kembali ke posko karena hujan tampaknya akan turun. Ketika kami istirahat setelah berjalan mendaki bibir jurang yang berada di wilayah Deles, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, sayup-sayup terdengar suara orang bersiul. Dari kelokan jalan, muncul seorang perempuan renta menggendong segepok besar dedauan dan rumput di punggungnya. Ia merangkak perlahan-lahan, kedua tangannya memegang semak atau bebatuan. Siulan itu ternyata adalah suara udara yang terpompa keluar dan bergema saat lewat di mulutnya yang ompong. Ia terengah-engah….

Kami semua takjub melihat sang nenek ini. Dengan tubuh yang sudah renta, ia masih kuat membawa beban di punggungnya dan mendaki bibir jurang dengan kemiringan hampir 90 derajad! Siapa yang masih berani mengatakan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah?

“Nama saya, Kromo Suwito,” ujarnya dalam bahasa Jawa setelah duduk bergabung dengan kami yang sedang istirahat. Bongkahan daun dan rumput yang berada di punggung, ia letakkan dan menjadi sandaran duduk. Pakaian yang membungkus tubuhnya yang kurus itu adalah blus lusuh, kain jarik dan kerudung untuk menangkis panasnya sinar matahari.

Seperti sudah berkenalan lama, kami pun berbincang-bincang dengan akrab. Mbah Kromo mengaku berumur 90 tahun. Mungkin kurang atau lebih, tidak ada kepastian karena ia adalah ‘produk lama’ yang pasti tidak mempunyai akte kelahiran. Urusan umur, cukup dikira-kira saja.

“Kenapa masih bekerja mencari rumput, Mbah?” tanya salah seorang dari kami. Mbah Kromo menjawab ia harus tetap bekerja karena suaminya sakit-sakitan. Setiap hari sang suami hanya bisa tiduran di atas amben. Kami semua mendengarkan dengan mata lekat menatap sosok tua yang masih menyimpan semangat hidup dan tenaga yang luar biasa itu.

Setiap dua hari sekali, Mbah Kromo harus ke hutan untuk mencari makan bagi dua ekor kambingnya. Ia berangkat jam 7 pagi dari rumahnya di Desa Gumuk Rejo dan baru tiba kembali di rumah sekitar jam 3 sore. Wuih, hampir membutuhkan waktu satu hari baginya untuk mencari makanan bagi dua ekor kambingnya.

Ia memang sudah tidak muda lagi sehingga tidak bisa bergerak cepat. Dan ia juga tidak cukup kaya seperti penduduk lainnya yang mampu membeli motor sehingga dapat pergi dan pulang dengan mengendarai motor. Memang, saya melihat banyak penduduk pergi ke hutan dengan naik motor. Pekerjaan mencari rumput menjadi lebih ringan karena bungkahan rumput dapat diboncengkan.

Bila sedang mencari rumput atau ramban di hutan, Mbah Kromo mengaku sering melihat kijang atau kera ekor panjang. Tetapi ia tidak pernah berjumpa dengan binatang buas, seperti macan atau harimau. Di lereng Gunung Merapi, binatang buas jenis ini konon masih ada.

Jika kambingnya sudah layak jual, maka Mbah Kromo akan menjualnya. Dari hasil penjualan ternak inilah, ia membeli makanan untuk menyambung hidup bersama suaminya. “Saya mempunyai seorang anak yang bekerja di Kalimantan,” ujarnya. Namun sang anak tidak pernah mengirimkan uang bagi dirinya.

Ketika kami mulai berjalan lagi, salah seorang teman berinisiatif membawakan ramban Mbah Kromo. Semula Mbah Kromo menolak, tetapi teman saya tetap bersikeras ingin membantunya. “Tidak apa-apa, Mbah. Hari ini Simbah istirahat,” ujarnya sambil meletakkan bongkahan ramban di atas kepalanya.

Setelah sampai di atas jurang yang berdekatan dengan jalan besar menuju ke desa, kami pun berpisah. Dalam pikiran saya masih membekas, betapa hebatnya perempuan desa ini. Dalam usia 90 tahun, ia masih kuat naik-turun jurang, berjalan masuk ke hutan, bekerja keras untuk mencari makan bagi dua ekor kambingnya.

Usia boleh tua, tetapi semangat kerja masih tinggi. Bagi Mbah Kromo tampaknya maut masih jauh dari dirinya. Seperti pernah dikatakan Pramoedya Anantatoer,”Gairah kerja adalah pertanda daya hidup. Sebenarnya orang yang tidak suka bekerja, ia sedang berjabat tangan dengan maut”. Dia memang supergirl dari Deles! (foto dan teks: bambang muryanto)

No comments: