Jatuhnya Soeharto pada 21 Mei, 10 tahun silam, bukanlah tiba-tiba. Proses pelengserannya adalah buah kediktatorannya selama 32 tahun berkuasa. Pada kurun 1970an salah satu kebijakannya adalah mengekang aktivitas mahasiswa di kampus. Namun, itu tak menyurutkan sikap mahasiswa untuk tetap kritis terhadap penguasa, apalagi penguasa semena-mena. Upaya perlawanan itu mereka lakukan bertahap melalui pelbagai kelompok diskusi hingga gerakan jalanan. Pada bulan Maret ini 10 tahun silam para aktivis mahasiswa ini bergerilya membangun gerakan. Kita simak liputan KBR68H tentang kisah perjalanan perlawanan mahasiswa.
Ketika dibangun 22 tahun silam, waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah merupakan salah satu proyek paling kontroversial. Maklum proyek ini menggusur ratusan warga dari tanah mereka. Ini menarik perhatian para aktivis mahasiswa dari berbagai daerah. Mereka berasal dari pelbagai kelompok studi, pers mahasiswa dan bermacam-macam komite aksi. Kepedulian kepada korban Kedung Ombo menyatukan mereka dalam sebuah wadah bernama Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta, FKMY.
Brotoseno, salah seorang pendirinya mengatakan, FKMY berawal dari keprihatinan mahasiswa atas nasib rakyat Indonesia yang makin terpuruk.
Brotoseno: Jadi FKMY adalah sebuah komunitas kaum muda yang kritis, mahasiswa khususnya yang berada di Yogyakarta. Sejarahnya yang mengawali itu karena keprihatinan kita, kegelisahan kita atas situasi nasional, khususnya yang menyangkut nasib rakyat indonesia
Menurut Brotoseno, organisasinya adalah gerakan mahasiswa pertama di Yogyakarta pasca pemberangusan kegiatan mahasiswa di kampus. Pada 1978, Menteri Pendidikan Daoed Joesoef memberlakukan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan disingkat NKK/BKK. Inilah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis.
Tapi, sikap kritis mahasiswa tak mati. Di awal tahun 1980an, mereka menerobos dengan membentuk pelbagai kelompok studi, seperti yang terjadi di Yogyakarta.Suasana diskusi KMPDKelompok studi mahasiswa Institut Agama Islam Negeri IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini bernama Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi KMPD.
Suasana diskusi KMPD
Mukhotib bercerita ikhwal organisasinya.
Mukhotib: KMPD itu dilakukan sebagai satu medium pengembangan wacana kritis juga dia sebetulnya menyatu dengan pers mahasiswa. Jadi kalau bicara KMPD tidak terlepas dari gerakan persma. Kegelisahannya tentu saja sama di tahun itu menjadi arus besar tidak hanya di Yogja tentang ketidakpuasan atas pemerintahan di lain sisi intervensi pembonsaian perguruan tinggi yang tidak memungkinkan mahasiswa mendapatkan nilai le bih kecuali ijazah.
Para pengurus KMPD tak cuma berwacana, tapi juga mengajar para kader bagaimana cara membela rakyat.
Mukhotib: Jadi kita rutin melakukan pelatihan yang namanya pelatihan bakti lingkungan. Tapi sebetulnya itu adalah suatu pelatihan yang disadari bagaimana teman-teman bisa melakukan agitprop istilahnya. Agitasi dan propaganda sehingga pasca pelatihan mereka merumuskan isu dan kemudian demo beneran.
Di kampus lain, sejumlah mahasiswa Universitas Islam Indonesia membentuk Rode. Kelompok studi yang berdiri 1987 ini banyak mengulas sejarah gerakan mahasiswa 1966. Syaiful Bahri, salah seorang pendiri Rode berkisah, kelompoknya juga banyak membahas nasib rakyat.
Saiful Bahri: Selain mengkritik gerakan mahasiswa sebelumnya, yang kedua kita banyak mengkaji potensi-potensi gerakan rakyat dan perubahan struktural.
Dari sekian banyak kelompok studi di Yogyakarta, KMPD dan Rode termasuk yang bisa membangun jaringan lebih luas. Kembali Syaiful Bahri, salah seorang pendiri Rode.
Saiful: Kedung Ombo. Itu adalah kasus besar pertama yang ditanganiMelalui pendampingannya, kepada masyarakat korban kebijakan orde baru itu, KMPD dan Rode menyatu dengan kelompok-kelompok lain, membentuk organisasi gerakan mahasiswa. Maka lahirlah Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta.Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta dicita-citakan bisa menjadi alat pengubah keadaan. Salah seorang pendirinya adalah Brotoseno.
Brotoseno: Kayaknya kita kalau berkutat di lingkungan pers mahasiswa, sebagimana maaf, melingkar-lingkar di kelompok studi-kelompok studi, kayaknya gak riil. Kemudian kami mengambil sikap sepertinya kita harus percaya bahwa perubahan itu harus kita mulai dari gerakan massa.Pendiri lainnya, Muhammad Toriq berkata, organisasinya beranggotakan banyak kalangan dan kelompok. Salah satunya pers mahasiswa.
Mohamad Toriq: Pers mahasiswa pada periode itu menjadi pemasok utama aktivis mahasiswa. Saya rasa bukan hanya di Yogya. Saya rasa kalau di Yogya sudah jelas dan pasti. Aktivis mahasiswa Jogja pada tahun 1980an itu embrionya adalah aktivis pers mahasiswa pada kampus-kampus utama seperti UGM, UII dan IAIN.Gerakan ini terus bergulir dan merekrut kader.
Selain kuliah, Widihasto Putra, mahasiswa Universitas Atma Jaya, Yogyakarta 1993, juga sibuk menggalang kekuatan. Mereka ingin mengkoreksi dan mengkritik kekuasaan Soeharto yang makin otoriter.Melalui Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (P3Y), sebuah organisasi gerakan mahasiswa dan pemuda, Widihasto menggalang aksi-aksi jalanan. Aksi dengan isu yang menohok langsung kekuasaan Soeharto baru mulai akhir 1997.
Widihasto: Kalau generasi yang saya alami itu, memang semakin mengkristal menjelang 1998. Artinya sudah mulai spanduk atau orasi itu sudah turunkan Soeharto. Itu tidak terjadi ketika tahun 1995 dan 1996 itu belum.P3Y dan KPRP, dua organisasi mahasiswa yang terlibat aktif gerakan jalanan menjelang kejatuhan Soeharto di luar kampus.
Di dalam kampus, gerakan penggulingan Soeharto juga terjadi. Gerakan ini dipelopori oleh Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Yogyakarta (FKSMY). Menurut salah seorang pendirinya, Eko Prastowo, FKSMY mengambil alih fungsi senat yang diberangus Soeharto.
Eko Prastowo: Waktu dulu kan ada NKK/BKK 1970an. Kemudian 1990an awal ada peraturan menteri soal SMPT dan tidak ada proses demokratisasi di kampus. Dengan adanya itu ruangan temen-temen yang kritis menjadi lebih sempit, sehingga senat hanya menjadi panitia ospek dan menjadi kepanjangan kegiatan kampus.
Di Yogyakarta, gerakan jalanan menuntut lengsernya Soeharto tidak hanya dimonopoli mahasiswa. Menurut aktivis Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (P3Y) Widihasto, rakyat juga terlibat aktif.
Widihasto: Kecuali elemen mahasiswa, juga kampung. Jadi waktu itu banyak pemuda kampung yang kita organisir kemudian terlibat dalam aksi itu. Dan mereka kita persilahkan untuk membawa identitas masing-masing. Misalnya laskar Wirotomo, itu kan nama kampung. Kemudian masyarakat Wirobrajan. Dulu ada namanya Mas Wiranto masyarakat Wirobrajan anti Soeharto. Kemudian ada masyarakat Sewon, Gunung Kidul, Kulon Progo itu terlibat
Strategi berbeda diterapkan Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan (KPRP). Kata salah seorang bekas aktivisnya, Putut Eko Ariyanto, organisasinya melawan Soeharto dengan gerakan jalanan.
Putut: Kenapa disebut pelopor, karena dia mempelopori isu penting yang saat itu belum berani disuarakan elemen lain. Misalnya kalau elemen yang lain turunkan harga, ini sudah turunkan Soeharto. Bahkan pembakaran patung Harto di Boulevard UGM itu kan panitia aksinya Senat UGM, KPRP dan elemen lain membawa patung itu saat dibuka panitia panik semua.Selain memilih isu yang lebih terbuka dan radikal, KPRP juga menggunakan metode bentrok dengan aparat untuk menaikkan tensi perlawanan rakyat.
Putut: KPRP nyaris menjadi dalam tanda kutip pelopor. Kenapa disebut pelopor karena metodenya itu memakai metode-metode lama, sebelum SMID dan PRD dihancurkan, yaitu bentrok dengan aparat logikanya itu akan mempertajam kontradiksi yang ada di dalam masyarakat.
Sementara, Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Yogyakarta (FKSMY) memilih melawan Soeharto dengan cara lebih lunak. Salah seorang pendirinya, Eko Prastowo menyebut, isu awal yang diusung lembaganya sebatas demokratisasi kampus.
Eko: Yang paling awal adalah demokratisasi kampus. Jadi bagaimana lembaga mahasiswa menjadi lebih demokratis dan berpihak pada perjuangan pro-demokrasi. Itu yang awal. Baru kemudian ada krisis. Nah kita sambut seperti gerakan-gerakan yang lain. Karena waktu itu kalau mendorong mahasiswa untuk lebih radikal itu kan agak susah. Paling demonstrasi berapa orang yang mau. Waktu itu siapa sih yang mau digebukin tentara.Beragam unsur, beragam strategi perlawanan, semunya bahu-membahu melawan otoriterisme Soeharto.
Menurut aktivis P3Y Widihasto, semua menyatu membentuk Gerakan Rakyat Yogyakarta (GRY).Widihasto: Menjelang Mei eskalasi semakin tinggi. Fampera berinsiatif mengundang elemen-elemen aksi yang lain, termasuk KPRP untuk ayo kita duduk bersama. Tampaknya semakin gawat. Bagaimana kalau kita manfaatkan 20 Mei sebagai momentum untuk melakukan aksi besar-besaran. Dan waktu itu rapat beberapa kali. Pertama di Janabadra kemudian di IAIN, di APMD, kembali lagi ke Janabadra. Rapatnya dihadiri orang dan sudah tidak lagi Fampera karena sudah cair dan nama yang disepakati adalah gerakan rakyat Jogja.
Nama Gerakan Rakyat Yogyakarta dipilih bukan semata oleh mahasiswa, tapi aksi bersama mahasiswa dan rakyat. Melalui proses panjang, disepakati untuk melakukan aksi besar-besaran pada 20 Mei 1998. Hari Kebangkitan Nasional itu sengaja dipilih sebagai simbol kebangkitan Indonesia dari berbagai keterpurukan. Seperti dituturkan Widihasto.Widihasto: Kebangkitan ya kita ingin memakai spirit kebangkitan nasional untuk kebangkitan Indonesia atas keterpurukan politik, keterpurukan ekonomi, keterpurukan harga diri waktu itu.Isu yang diusung dalam aksi itu jelas, yaitu turunkan Soeharto.
Widihasto: Kita ingin mengatakan dan menegaskan bahwa turunkan Soeharto waktu itu salah satu statement yang dipilih dalam pernyataan sikap adalah turunkan SoehartoAkhirnya, pada 20 Mei ratusan ribu orang memadati alun-alun Kraton Yogyakarta. Mereka berduyun-duyun datang untuk menuntut satu hal, turunkan Presiden Soeharto. Sehari berikutnya, Soeharto mundur.Soehato lengser
Tim Liputan KBR68H (Mustakim dkk) melaporkan untuk Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
kak, boleh minta alamat atau email tokoh-tokoh aktifis mhs 98 di jogja yg diwawancara diatas?? makasih...
Post a Comment