Saturday, March 19, 2011

Menggali Kiat Meliput Isu-isu ASEAN



ASEAN (Association of Southeast Asia Nation), adalah organisasi negara-negara di Asia Tenggara yang anggotanya 10 negara. ASEAN berdiri sejak Agustus 1967, tetapi apa manfaatnya bagi masyarakat dari masing-masing negara anggota? Bagaimana peran media massa dalam membawakan wacana ini?

Itulah persoalan yang dibahas dalam sebuah diskusi bertajuk “Covering ASEAN under Indonesia Chairmanship, Background, Trends and Future” di Gedung Perpustakaan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Jumat (18/3). Pembicaranya adalah Ismira Lutfia (jurnalis dari The Jakarta Globe), PLE Priatna (diplomat Indonesia) dan Martin Loeffelholz (Technical Ilmenau University, Jerman). Sedangkan moderatornya, Lukas Ispandriarno, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UAJY.

Kursi yang tersedia di salah satu ruangan di gedung perpustakaan itu hampir terisi semua. Ada sekira 60 peserta yang mengikuti diskusi ini. Sebagian adalah para jurnalis, mahasiswa UAJY dan para dosen.

Martin yang sering menjadi mentor bagi jurnalis dalam liputan soal isu-isu ASEAN mengatakan organisasi ini sedang merubah orientasinya, dari government centered menjadi people centered. Indonesia yang menjadi Ketua ASEAN (2011) mencanangkan tema terbentuknya komunitas ASEAN di tengah komunitas global bangsa-bangsa.

“Setiap orang harus terlibat dalam ASEAN jika ingin menjadi komunitas yang nyata,” tandas Martin dalam bahasa Inggris. Agar setiap orang terlibat, Martin melihat pentingnya peran media massa dalam mewartakan berbagai isu yang berkaitan dengan persoalan ASEAN.

Apa sebetulnya ASEAN yang people centered itu? PLE Priatna memberikan jawaban kira-kira kebijakan yang dikeluarkan ASEAN dapat memberi keuntungan bagi masyarakat banyak. Misalnya ASEAN berhasil menjaga stabilitas politik dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. “Ini keuntungan bagi masyarakat,” ujar Priatna. Ia juga menambahkan siapa pun yang menjadi warga negara anggota ASEAN tidak perlu visa untuk bepergian ke setiap negara anggota ASEAN.

Namun, seorang pengajar jurusan Hubungan Internasional dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengkritik pandangan Priatna. Menurutnya ASEAN harus mengeluarkan kebijakan yang lebih banyak menguntungkan bagi masyarakat.

Lantas bagaimana media massa mendorong agar ASEAN benar-benar menjadi people centered? Kreatif! Itulah jawaban Ismira Lutfia. Jurnalis The Jakarta Globe ini mengatakan para jurnalis harus kreatif dalam membuat liputan berkaitan soal ASEAN.

Perempuan berpostur tinggi itu mengatakan, liputan soal ASEAN tidak hanya tentang isu buruh migran saja, (TKI yang ada di Malaysia) tetapi masih banyak yang lain. Persoalan di Indonesia, misalnya dapat dilihat dari perspektif negara anggota ASEAN lainnya. Misalnya soal pajak film Hollywood, jika dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya ternyata pajak film di Indonesia sangat tinggi. “Berita seperti ini ternyata banyak dibaca orang dibandingkan perang perbatasaan antara Thailand dan Kamboja,” ungkapnya memaparkan pengalaman The Jakarta Globe.

Kreatif dalam membuat liputan? Tampaknya semua jurnalis setuju. Setidaknya para jurnalis yang hadir dalam diskusi itu tidak ada yang menolaknya. (foto dan teks: bambang muryanto)

No comments: