Monday, March 21, 2011

Pemerintah Kota Yogyakarta Kesulitan Atasi Banjir Sungai Code



Malam merangkak naik. Hujan masih turun meski tidak terlalu deras. Beberapa pengguna jalan yang lewat di Jembatan Sayidan berhenti sejenak. Mereka mengarahkan mata ke Sungai Code yang meluap. Rumah penduduk yang berada di sepanjang sungai yang membelah kota Yogyakarta itu tergenang air berwarna coklat pekat, Sabtu (19/3). Aliran airnya juga begitu deras.

Banjir yang terjadi Sabtu sore itu adalah banjir besar yang untuk kesekian kalinya ‘menghajar’ warga yang tinggal di sepanjang Sungai Code. Menurut Ketua Sekretariat Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Daerah (BKPBD), Soedarsono, banjir ini menggenangi 1191 rumah yang tersebar di delapan kecamatan. Sekira 1412 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri 4369 jiwa harus diungsikan.

Pascaerupsi Gunung Merapi, Sungai Code mengalami pendangkalan akibat material letusan yang turun terbawa aliran air hujan dan mengendap di sungai itu. Hulu Sungai Code berada di kaki Gunung Merapi. Akibatnya, saat hujan deras mengguyur wilayah kota atau di Gunung Merapi, banjir terjadi.

Sejak Gunung Merapi mengalami erupsi besar pada 26 Oktober 2010 lalu, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mengalami kesulitan dalam mengendalikan banjir lahar yang melintasi wilayah kota Yogyakarta sepanjang tujuh kilometer itu. Setelah banjir besar pada 29 Nopember dan 6 Desember 2010, Pemkot sudah menerjunkan bego untuk mengeruk endapan pasir yang mendangkalkan Sungai Code.

Namun ini tidak cukup. Buktinya, setiap hujan deras, banjir pasti terjadi lagi.

Apakah Pemkot Yogyakarta tidak serius mencegah banjir ini? Sukaryanto, aktivis Forum Pengurangan Resiko Bencana (Forum PRB) Yogyakarta mengatakan Nopember 2010 lalu, Pemkot memang terlihat tidak serius. Sedangkan Danang Samsu Rizal mengatakan dari sisi pencegahan banjir masih perlu banyak upaya. Menurut Danang, kendalanya adalah faktor penduduk di sekitar bantaran Sungai Code yang padat sekali.

Ketika jumpa pers di rumah dinas Walikota Yogyakarta, Minggu (20/3), Kepala Plt Kimpraswil Kota Yogyakarta, Totok Suroto mengelak. “Kami sudah menurunkan tiga bego,” tandasnya. Masing-masing ditempatkan di wilayah Kewek, Bintaran dan Tungkak.

Jika banjir terus terjadi, perlu ada penambahan bego. Namun Totok mengatakan pihaknya sulit menambah jumlah bego karena akses masuk ke Sungi Code sulit. Permukaan Sungai Code tidak seluruhnya datar sehingga menyebabkan bego sulit bergerak. Selain itu masyarakat juga suka mengeruk secara manual karena dapat mendatangkan penghasilan.

Totok juga menjelaskan untuk menanggulangi banjir Sungai Code Pemkot sudah menganggarkan dan sebesar Rp 7,8 milyar, sekitar Rp 2,7 milyar digunakan untuk membiayai pengerukan.

Pengerukan sedimen material Gunung Merapi, jika dilakukan secara masif dengan menggunakan bego dapat mengurangi resiko banjir. “Itu salah satu cara mengurangi intensitas ancaman (banjir),” ujar pakar pengurangan resiko bencana dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno.

Selain itu, Eko juga mengingatkan jika banjir lahar dingin pasti terjadi dan tidak dapat dicegah. “Warga Code harus beradaptasi,” saran peenerima penghargaan Sasakawa itu.

Bagaimana bentuk adaptasi itu? Itulah agenda yang harus dibicarakan bersama antara warga di pinggiran Sungai Code dengan pemerintah. Solusi terbaik harus ditemukan. (foto dan teks: bambang muryanto)

1 comment:

naphtaliwaechter said...

Hard Rock Hotel & Casino Las Vegas, NV - Mapyro
The Hard Rock Hotel & 통영 출장안마 Casino Las Vegas 목포 출장샵 is an 광명 출장안마 exciting addition to 보령 출장샵 the 경산 출장샵 Las Vegas Strip. It is open daily 24 hours 7 days a week.